Tugas
Terstruktur
DosenPengampu
Akhlak Tasawuf
Drs.H.Nasharuddin
Yusuf, MA
MAKALAH
PENGARUH GLOBALISASI
TERHADAP AKHLAK REMAJA
OLEH :
PARASSITAH
NIM: 11111201007
SEMESTER
III/KELAS SLTP/A MODEL
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
1434 H/2013 M
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Alam psikologi perkembangan, Masa remaja (remaja awal dan remaja
akhir) adalah masa yang penuh emosi, secara psikologis, masa ini ditandai
dengan kondisi jiwa yang labil, tidak menentu dan biasanya susah mengendalikan diri
sehingga pengaruh-pengaruh negatif seperti perilaku-perilaku menyimpang akibat
dari pergeseran nilai mudah mempengaruhi jiwa remaja dan menimbulkan gejala
baru berupa krisis akhlak.
Krisis akhlak yang melanda sebagian remaja saat ini, merupakan
salah satu akibat dari perkembangan global dan kemajuan IPTEK yang tidak
diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Perilaku remaja yang cenderung lekas
marah, kurang hormat terhadap orang tua, bersikap kasar, kurang disiplin dalam
beribadah, menjadi pemakai obat-obatan, terjerumus dalam perilaku sex bebas
serta perilaku yang menyimpang lainnya telah melanda sebagian besar kalangan
remaja.
1.2. Rumusan Masalah
Lalu ada apakah di masa remaja ini? Seberapa besarkah pentingnya
untuk menangani masa remaja dan seberapa besar pengaruhnya untuk kehidupan
dimasa depan individu tersebut? Adakah keterkaitanya dengan era globalisasi
sekarang ini?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari
kata global, yang maknanya
ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu
(benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
dibatasi oleh wilayah. Globalisasi
belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.[1]
Adapun konsep globalisasi menurut pendapat para ahli adalah :
1. Malcom
Waters, Globalisasi
adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada
keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma didalam kesadaran
orang.
2. Emanuel
Ritcher, Globalisasi adalah jaringan kerja
global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar
dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.
3. Thomas
L. Friedman, Globlisasi memiliki dimensi ideology
dan teknlogi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan
dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.[2]
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk.
Istilah globalisasi sering diidentikkan dengan:
1. Internasionalisasi,
yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal
2. Liberalisasi, yaitu
pencabutan pembatasan-pembatasan pemerintah untuk membuka ekonomi tanpa pagar
(borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata
uang, kendali devisa, dan izin masuk suatu Negara (visa)
3. Universalisasi, yaitu ragam
selera atau gaya hidup seperti pakaian, makanan, kendaraan di seluruh pelosok
penjuru dunia.
4. Westernisasi atau
Amerikanisasi, yaitu ragam hidup model budaya Barat atau Amerika.
5. De-Teritorialisasi,
yaitu perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan,
tempat, dan jarak menjadi berubah.[3]
2.2.Permasalahan Akhlak Remaja
Dewasa
ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan selain
mengindikasikan kemajuan umat manusia disatu pihak, juga mengindikasikan
kemunduran akhlak di pihak lain. Di samping itu, era informasi yang berkembang
pesat pada saat ini dengan segala dampak positif dan negatifnya telah mendorong
adanya pergeseran nilai di kalangan remaja.
Kemajuan
kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak seimbang dengan
kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis akhlak
terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh
gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami peningkatan
karena mudah dipengaruhi.
Gejala akhlak
remaja yang cenderung kurang hormat terhadap orang tua, melawan orang tua,
terjerumus dalam perilaku sex bebas, kurang disiplin dalam beribadah, mudah
terpengaruh aliran sesat, pendendam, menjadi pemakai obat-obatan, berkata tidak
sopan, pendusta, tidak bertanggungjawab dan perilaku lainnya yang menyimpang
telah melanda sebagian besar kalangan remaja.
Secara langsung ataupun
tidak langsung banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan oleh arus
globalisasi terhadap psikologi para remaja, khususnya remaja Indonesia.
Psikologi dan kondisi labil para remaja kita membuat mereka mudah terbawa arus
negatif globalisasi. Kita lihat saja sekarang ini banyak remaja kita yang
terjebak pada seks bebas, yang mana diakomodasi oleh proses globalisasi itu
sendiri.
Dari data survey
Kesehatan Reproduksi Remaja (15-19 tahun) oleh Badan Pusat Statistik (2009)
tentang perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi menunjukkan fakta yang
mencengangkan. Data tersebut menyebutkan bahwa dari 10.833 remaja laki-laki
yang disurvei, 72 persen diantaranya mengaku sudah berpacaran. Dan dari 72
persen itu diperoleh data sebagai berikut:
·
92 persen saat
berpacaran lebih sering melakukan pegang-pegang tangan
·
82 persen mengaku telah
berciuman
·
10,2 persen mengaku
telah melakukan hubungan seks (seks di luar nikah)
·
62 persen mengaku telah
melakukan petting
Sedang dari hasil survei terhadap 8.340 remaja putri diperoleh data sebagai berikut:
- 77 persen mengaku sudah berpacaran
- 92 persen mengaku lebih sering melakukan pegang-pegang tangan
- 86 persen mengaku telah berciuman
- 6,3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks bebas dengan pacarnya
- 63 persen mengaku telah melakukan petting
Akibat-akibat lain dari
seks bebas di kalangan remaja ini pun perlu disosialisasikan kepada para
remaja, antara lain; resiko terkena HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual),
KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan) hingga aborsi yang dapat menyebabkan
cacat permanen atau berujung pada kematian. Belum lagi dampak psikologis yang
seringkali lebih mengarah pada wanita korban pelecehan tersebut, seperti rasa
malu, depresi berat, rasa tidak berharga, putus asa, dan sebagainya.
Lalu berikut beberapa
alasan kenapa hal ini bisa terjadi :
Ø Tidak Kuasa untuk Menolak
Biasanya karena merasa
takut diputus dan kehilangan pacarnya. Pacar sudah membujuk rayu sedemikian
rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak. Habis itu, siapa yang akan
bertanggung jawab? Biasanya dijadikan alasan sebagai pembuktian cinta.
Sebenarnya jika dilogika kalau benar-benar cinta, pasti akan saling menjaga
Ø Konsep “GAUL” yang Sesat
Saat ini para remaja
banyak yang berasumsi bahwa dengan pernah melakukan hubungan seks, dianggap
‘Gaul’, berani, hebat, dan sebagainya. Ini tentu sebuah
konsep menyesatkan yang perlu diluruskan kembali pada jalur koridor yang benar.
Ø Prostitusi sebagai Lahan Bisnis
Tidak bisa dipungkiri
kini prostitusi semakin merebak dan berkembang menjadi sebuah bisnis yang
menggiurkan. Akhirnya para remaja pun banyak yang terjerumus ataupun menjadi korban
perdagangan manusia atas bisnis maksiat tersebut. Di beberapa daerah, ternyata
ada juga remaja yang kebanyakan perempuan, dimana mereka dijual oleh orangtua
atau keluarganya sendiri kepada “Germo” dengan alasan ekonomi. Sungguh ironis
memang!.
Ø Korban Tayangan TV
Merebaknya seks bebas
di kalangan remaja saat ini juga tidak lepas dari pengaruh kotak “setan” yang
bernama Televisi. Akhir-akhir ini tayangan di televisi tanpa disadari
seringkali mengumbar tontonan yang sensual. Ini tentu mendorong perilaku seks
yang agresif pada para remaja. Contohnya saja kini sinetron-sinetron yang
terkadang menampilkan adegan-adegan sensual dan gaya berpacaran yang
kebablasan.
Ø Masuknya Budaya “POP”
Masuknya budaya pop
Barat ke dalam budaya kita nampaknya kini justru semakin menggeser budaya kita
sendiri. Kini para remaja dan generasi muda justru lebih bangga dengan segala
embel-embel yang kebarta-baratan. Gaya hidup remaja pun lebih sering berkiblat pada bangsa lain.
Jadi kesimpulannya, semua ini tentu tidak boleh kita
biarkan begitu saja. Kenyataannya remaja kita belum mampu menerima dan
menghadapi adanya globalisasi. Kita sadari psikologi mereka memang masih begitu
labil untuk bisa menerima globalisasi secara dewasa. Mereka sangat butuh
bimbingan dan partisipasi kita semua. Dunia pendidikan dalam hal ini harus
terus berperan aktif memberikan pendidikan serta pengajaran terhadap para
siswa-nya terkait dampak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya globalisasi ini.
Siswa dan para remaja diberikan pemahaman agar tidak lagi terjebak pada arus
negatif globalisasi semacam seks bebas, pergaulan bebas, dan sebagainya. Karena
itu hanyalah kenikmatan yang sesaat dan bisa membawa derita seumur hidup.[4]
2.3.Etika Pergaulan
Remaja dalam Islam
Islam
telah mengatur etika pergaulan remaja. Islam sangat memperhatikan masalah ini
dan banyak memberikan rambu-rambu untuk bisa berhati-hati dalam melewati masa
muda. Suatu masa yang akan ditanya Allah dihari kiamat diantara empat masa
kehidupan di dunia ini.
Perilaku
yang menjadi batasan dalam pergaulan adaaalah:
1. Menutup aurat
Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk
menutup aurat demi menjaga kehormatan diri dan kebersihan hati. Aurat merupakan
anggota tubuh yang harus di tutupi dan tidak boleh di perlihatkan kepada orang
yang bukan mahramnya terutama kepada lawan jenis agar tidak membangkitkan hawa
nafsu birahi dan menimbulkan fitnah.
Aurat laki-laki yaitu anggota tubuh antara pusar dan
lutut sedangkan aurat bagi wanita yaitu seluruh anggota tubuh, dan juga tidak
boleh taransparan atau tipis sehingga tembus pandang
2. Menjauhi perbuatan zina
Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan di
perbolehkan sampai pada batas tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa.
Islam adalah agama yang menjaga kesucian, pergaulan di dalam islam adalah
pergaulan yang dilandasi oleh nilai-nilai kesucian. Dalam pergaulan dengan
lawan jenis harus di jaga jarak sehingga tidak ada kesempatan terjadinya
kejahatan seksual yang pada gilirannya akan merusak pada pelaku maupun bagi
masyarakat umum. Dalam al-Quran Allah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 32
yang artinya:
“Dan jangan lah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”.
Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar
terhindar dari perbuatan zina, islam telah membiat batasan-batasan sebagai
berikut:
Laki-laki tidak boleh berdua-duaan dengan perempuan
yang bukan mahramnya. Jika laki-laki dan perempuan di tempat sepi maka yang
ketiga adalah syetan, mula-mula saling berpandangan, lalu berpegangan, dan
akhirnya menjurus pada perzinahan, itu semua adalah pujuk rayu setan. Laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan secara fisik, saling
bersentuhan di dalam islam adalah sentuhan yang disengaja dan disertai nafsu
birahi. Tetapi bersentuhan yang tidak disengaja tanpa disertai nafsu birahi
tidaklah dilarang.[5]
2.4.Tata Cara Pergaulan
Remaja
Semua
agama dan tradisi telah mengatur tata cara pergaulan remaja. Ajaran islam
sebagai pedoman hidup umatnya, juga telah mengatur tata cara pergaulan remaja
yang dilandasi nilai-nilai agama. Tata cara itu meliputi:
a. Mengucapkan salam
Ucapan salam ketika bertemu dengan teman atau orang
lain sesama muslim, ucapan salam adalah doa. Berarti dengan ucapan salam kita
telah mendoakan teman tersebut.
b. Meminta izin
Meminta izin di sini dalam artian kita tidak boleh
meremehkan hak-hak atau milik teman apabila kita mau menggunakan barang milik
teman, maka kita harus meminta izin terlebih dahulu.
c. Menghormati yang lebih
tua dan menyayangi yang lebih muda
Remaja sebagai orang yang lebih muda sebaiknya
menghormati yang lebih tua dan mengambil pelajaran dari hidup mereka. Selain
itu remaja juga harus menyanyangi kepada adik yang lebih muda darinya, dan yang
paling penting adalah memberikan tuntunan dan bimbingan kepada mereka ke jalan
yang benar dan penuh kasih saying.
d. Bersikap santun dan
tidak sombong
Dalam bergaul, penekanan perilaku yang baik sangat
ditekankan agar temen merasa nyaman berteman dengan kita. Kemudian sikap dasar
remaja yang biasanya ingin terlihat lebih dari temannya sungguh sangat tidak
diterapkan dalam islam bahkan sombong merupakan sifat tercela yang dibenci
Allah.
e. Berbicara dengan
perkataan yang sopan
Islam mengajarkan bahwa bila kita berkata, utamakan
lah perkataan yang bermanfaat, dengan suara yang lembut, dan dengan gaya yang
wajar.
f. Tidak boleh saling
menghina
Menghina atau mengumpat hukumnya dilarang dalam islam
sehingga dalam pergaulan sebaiknya hindari saling menghina di antara teman.
g. Tidak boleh saling
membenci dan iri hati
Rasa iri akan berdampak dapat berkembang menjadi
kebencian yang pada akhirnya mengakibatkan putusnya hubungan baik di antara
teman. Iri hati merupakan penyakit hati yang membuat hati kita tidak dapat
merasakan ketenangan serta merupakan sifat tercela baik dihadapan Allah maupun
manusia.
h. Mengisi waktu luang
dengan kegiatan yang bermanfaat
Masa remaja sebaiknya dipergunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat. Remaja harus membagi waktunya
seefisien mungkin, dengan cara membagi waktu menjadi tiga bagian yaitu:
sepertiga untuk beribadah kepada Allah, sepertiga untuk dirinya, dan
sepertiga lagi untuk orang lain.
i.
Mengajak untuk berbuat kebaikan
Orang yang memberi petunjuk kepada teman ke jalan yang
benar akan mendapatkan pahala seperti teman yang melakukan kebaikan itu, dan
ajakan untuk berbuat kebajikan merupakan suatu bentuk kasih saying terbadap
teman.[6]
2.5.Peranan Keluarga
dalam Membina Akhlak Remaja
Masa
remaja sebagaimana yang dikemukakan di atas menurut Hurlock (dalam
Istiwidayanti : 1992) adalah masa dimana seorang individu berada pada batasan
umur 12-22 tahun. Karena masa remaja adalah masa-masa mencari identitas diri
maka biasanya para remaja cenderung menginginkan kebebasan tanpa terikat oleh
norma dan aturan.
Dalam
masa pencarian identitas diri yang penuh gejolak ini, penting kiranya orang tua
sebagai orang terdekat dalam lingkungan keluarga dengan remaja untuk mengenal
dan memahami jiwa remaja secara mendalam agar dapat mendidik, membimbing serta
mengarahkan akhlaknya menuju jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT.
Sebagai
pendidik pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam
membina akhlak remaja. Nilai-nilai akhlak karimah yang bersumberkan ajaran
agama Islam harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua
terhadap para remaja dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman akhlak tersebut
penting karena inti dari keberagamaan seseorang akan termanifestasikan dalam
akhlak karimah.
Akhlak
karimah yang perlu ditanamkan orang tua seperti ketaatan beribadah, berperilaku
baik, hormat kepada orang tua, memiliki sifat ikhlas tawadhu secara
perlahan-lahan akan terinternalisasi pada diri setiap remaja sehingga akhirnya
berdampak positif bagi kehidupan mental dan spiritualnya, sehingga dapat
memberikan kekuatan yang positif bagi remaja dalam menjalani proses hidup dan
dapat menyikapi dampak negatif yang diakibatkan oleh era globalisasi dan
informasi.
Agama
Islam sebagai sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam
membina akhlak remaja karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan
landasan yang kuat bagi diri setiap remaja. Di samping itu
pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat,
membaca Al-Qur’an, menjalankan puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting
dalam pembentukan dan pembinaan akhlak remaja.
Dalam
pendidikan dan pembinaan akhlak bagi para remaja, orang tua harus dapat
berperan sebagai pembimbing spiritual yang mampu mengarahkan dan memberikan
contoh tauladan, menuntun, mengarahkan dan memperhatikan akhlak remaja sehingga
para remaja berada pada jalan yang baik dan benar. Jika remaja melakukan
kesalahan, maka orang tua dengan arif dan bijaksana membetulkannya, begitu juga
sebaliknya jika remaja melakukan suatu perbuatan yang terpuji maka orang tua
wajib memberikan dorongan dengan perkataan atau pujian maupun dengan hadiah
berbentuk benda.
Oleh
karena itu peranan keluarga sangat besar dalam membina akhlak remaja dan
mengantarkan kearah kematangan dan kedewasaan, sehingga remaja dapat
mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan
hidupnya. Untuk membina akhlak tersebut, maka orang tua perlu menerapkan
disiplin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Disiplin yang ditanamkan orang
tua merupakan modal dasar yang sangat penting bagi remaja untuk menghadapi
berbagai macam pesoalan pada masa remaja.
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
1) Meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang
tua harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta
pengawasan sehingga dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa
berakhlak baik.
2) Meningkatkan
interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk
dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang
positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak
menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma
kesusilaan.
3) Meningkatkan
disiplin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh
fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan,
fungsi ekonomi maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin
yang terkendali agar dapat mengendalikan akhlak atau perilaku remaja.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan
institusi sosial yang utama dalam membina nilai-nilai akhlak karimah remaja.
Oleh karena itu orang tua sebagai tiang keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting dan tanggungjawab yang besar dalam membina akhlak remaja sebab ditangan
orang tuanyalah, orang menilai baik buruknya akhlak remaja.
Untuk
menghindarkan dampak negatif akibat arus globalisasi dan informasi yang terjadi
pada saat ini, maka keluarga (orang tua) dituntut untuk menanamkan nilai-nilai
luhur (nilai agama Islam) dengan memberikan contoh yang baik sehingga contoh
baik ini dapat dijadikan landasan dalam bersikap dan berperilaku serta menjadi
tauladan bagi remaja.
Dengan
demikian maka peranan keluarga dalam pembinaan akhlak remaja perlu ditingkatkan
untuk mewujudkan generasi yang kuat, sehat serta berakhlak karimah yang baik
melalui peningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, peningkatan pola
interaksi serta peningkatan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan.
3.2.Saran
Penulis menyadari akan
kekurangan makalah ini, oleh sebab itu diharapkan kepada pembaca untuk dapat
memberi kritik dan saran yang konstruktif dalam rangka penyempurnaan makalah
ini. Akhirnya, kepada Allah jualah penulis menyerahkan diri serta memohon taufik
dan hidayah-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dra.Kun Maryati dan Juju
Suryawati,S.Pd,2007, Sosiologi, Jakarta: PT.Gelora Askara Pratama
Prof.Dr.Komarudin Hidayat dan Prof.Dr.Azyumardi
Azra,MA, 2008, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Prof.Dr. Azyumardi Azra,MA, 2003,
Pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
http// Peranan
Keluarga dalam Membina Akhlak Remaja «
Blog Anak PAC' man….htm
http// etika-remaja-saat-ini.html
Sumber:http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/24/globalisasi-dan-racun-seks pada-remaja/
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
[2]
Dra.Kun Maryati dan Juju Suryawati,S.Pd, Sosiologi,(Jakarta:2007,
PT.Gelora Askara Pratama), hlm.40-42
[3]Prof.Dr.Komarudin
Hidayat dan Prof.Dr.Azyumardi Azra,MA, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah),
hlm.26
[4]
Sumber:
http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/24/globalisasi-dan-racun-seks-pada-remaja/