Minggu, 02 Desember 2012

MAKALAH URGENSI PEMAHAMAN TERHADAP PESERTA DIDIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang   
Pendidikan adalah sebuah proses yang tak berkesudahan yang sangat menentukan karakter bangsa pada masa kini dan masa datang, tergantung pada kualitas pendidikan bangsa tersebut. Sebagai seorang pendidik, juga perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik dan perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau perkembangan kognitif peserta didik.
Memahami peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan pendidik, agar pendidik dapat mengetahui aspirasi atau tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan    bahan  pertimbangan dalam penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan, minat mereka dan tepat berdasarkan dengan perkembangan mereka.
Beberapa dasar pertimbangan perlunya ” memahami peserta didik ” sebagai berikut:  1).Dasar pertimbangan psikologis, bahwa suatu kegiatan akan menarik dan berhasil apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta didik.
         2).Dasar pertimbangan sosiologi, bahwa secara naluri manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.

    B.Tujuan

        Tujuan penulis membuat makalah ini adalah agar pendidik dapat memahami proses perkembangan peserta didik dan pendidik dapat memahami peserta didik dari berbagai segi, serta pendidik dapat menggunakan metode belajar yang tepat bagi peserta didik.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Peserta  Didik
Dalam perspektif pedagogis, peserta didik  diartikan sebagai sejenis makhluk “homo educantum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya, agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
Dalam perspektif  psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dalam perspektif  Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pe    ndidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:
1).Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
2).Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian terhadap lingkungannya.
3).Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4).Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.2. Kebutuhan Peserta Didik
Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan sekolah pada prinsipnya juga merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran. Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan pelajaran  setepat mungkin, sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.
Berikut ini disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru, di antaranya:
1).Kebutuhan Jasmaniah
Sesuai dengan teori kebutuhan menurut Maslow, kebutuhan jasmaniah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang bersifat instinktif dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru di sekolah antara lain: makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari berbagai ancaman. Apabila kebutuhan jasmaniah ini tidak terpenuhi, di samping mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangn psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di sekolah.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmaniah peserta didik ini, sekolah melakukan upaya-upaya seperti:
    Memberikan pemahaman terhadap peserta didik tentang pentingnya pola hidup sehat dan teratur.
    Menanamkan kesadaran kepada peserta didik untuk mengonsumsi makanan-makanan yang mengandung gizi dan vitamin tinggi
    Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk beristirahat
    Memberikan pendidikan jasmani dan latihan-latihan fisik seperti olahraga.
    Menyediakan berbagai sarana di lingkungan sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat bergerak bebas, bermain, berolahraga, dan sebagainya
    Merancang bangunan sekolah sedemikian rupa dengan memperhatikan pencahayaan, sirkulasi udara, suhu, dan  sebagainya, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan nyaman
    Mengatur tempat duduk peserta didik di dalam kelas sesuai dengan kondisi fisik mereka masing-masing.
2).Kebutuhan akan Rasa Aman
Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sangat mendambakan suasana sekolah atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam. Hilangnya rasa aman di kalangan peserta didik juga dapat menyebabkan rusaknya hubungan interpersonalnya dengan orang lain, membangkitkan rasa benci terhadap orang-orang yang menjadi penyebab hilangnya rasa aman dalam dirinya. Lebih dari itu, perasaan tidak aman juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah.
3).Kebutuhan akan Kasih Sayang
Semua peserta didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orangtua, guru, teman-teman sekolah, dan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Peserta didik yang mendapatkan kasih saying akan senang, betah, dan bahagia berada di dalam kelas, serta memiliki motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang akan merasa terisolasi, rendah diri, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin akan mengalami kesulitan belajar, serta memicu munculnya tingkah laku maladaptif. Kondisi demikian pada gilirannya akan melemahkan motivasi belajar mereka.
4).Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui keberadaaannya di tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain akan positif. Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau  kurang mendapat tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi negatif.
Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan rasa berharga di kalangan peserta didik, guru dituntut untuk:
    Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh
    Menghargai pendapat dan pilihan siswa
    Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka dalam kelompok secara tepat berdasarkan pilihan masing-masing, tanpa adanya paksaan dari guru.
    Dalam proses pembelajaran, guru harus menunjukkan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri di hadapan peserta didiknya
    Secara terus-menerus guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif, menyadarkan siswa akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliknya
    Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Artinya, guru harus mampu menilai perkembangan diri peserta didik secara menyeluruh dan bersifat psikologis, tidak semata-mata bersifat matematis
5).Kebutuhan akan Rasa Bebas
Peserta didik juga memiliki kebutuhan untuk merasa bebas, terhindar dari kungkungan-kungkungan dan ikatan-ikatan tertentu. Peserta didik yang merasa tidak bebas mengungkapkan apa yang terasa dalam hatinya atau tidak bebas melakukan apa yang diinginkannya, akan mengalami frustasi, merasa tertekan, konflik dan sebagainya. Oleh sebab itu, guru harus memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam batas-batas kewajaran dan tidak membahayakan. Mereka harus diberi kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
6).Kebutuhan akan Rasa Sukses
Peserta didik menginginkan agar setiap usaha yang dilakukannya di sekolah, terutama dalam bidang akademis berhasil dengan baik. Peserta didik akan merasa senang dan puas apabila pekerjaan yang dilakukannya berhasil, dan merasa kecewa apabila tidak berhasil. Ini menunjukkan bahwa rasa sukses merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi peserta didik. Untuk itu, guru harus mendorong peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai, betapapun kecilnya, baik berupa ungkapan verbal maupun melalui ungkapan non-verbal.
Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan menumbuhkan perasaan sukses dalam diri siswa, serta dapat mengembangkan sikap dan motivasi yang tinggi untuk terus berjuang mencapai kesuksesan. Kalaupun terdapat peserta didik yang gagal tetap perlu diberi penghargaan atas segala kemauan, semangat, dan keberaniannya dalam melakukan suatu aktivitas. Guru harus menghindari komentar-komentar ynag bernada negative atau menampakkan sikap tidak puas terhadap mereka yang gagal. Komentar-komentar negatif atau sikap tidak puas guru akan membuat peserta didik kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak berharga dan putus asa.
7).Kebutuhan akan Agama
Sejak lahir, manusia telah membutuhkan agama. Yang dimaksud agama dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap.
Kebutuhan peserta didik khususnya yang beranjak remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai pikirannya. Pertentangan tersebut semakin mempertajam keadaan bila remaja tersebut berhadapan dengan berbagai situasi, misalnya film di televisi maupun di layar lebar yang menayangkan adegan-adegan tidak sopan, mode pakaian yang seronok, buku-buku bacaan serta Koran yang sering menyajikan gambar yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah moral dan agama. Semuanya itu menyebabkan kebingungan bagi remaja yang tidak mempunyai dasar keagamaan dan keimanan. Oleh sebab itu, sangat penting dilaksanakan penanaman nilai-nilai moral dan agama serta nilai-nilai social dan akhlak kepada manusia khususnya bagi remaja sejak usia dini.
Remaja dalam perkembangannya akan menemui banyak hal yang dilarang oleh ajaran agama yang dianutnya. Hal ini akan menjadikan pertentangan antara pengetahuan dan keyakinan yang diperoleh dengan praktek masyarakat di lingkungannya. Oleh sebab itu pada situasi yang demikian ini peranan orangtua, guru maupun ulama sangat diperlukan.
2.3. Karakteristik Perkembangan Peserta Didik Usia Remaja
    Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang yang dewasa. Masa remaja sering dikenal denga masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
    Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
    Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagi pria atau wanita dewasa yang menjunjung tinggi oleh masyarakat
    Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif
    Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
    Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya
    Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak
    Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagi warga Negara
    Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara social
    Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku
    Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas
Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, di antaranya:
    Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika
    Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondidi dirinya
    Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siwa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian, dan sebagainya
    Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan
    Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan
    Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis, reflektif, dan positif
    Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
    Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran
    Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya.
2.4.Perkembangan Peserta Didik
    1).Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik peserta didik meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
2).Perkembangan Intelek
Perkembangan Intelek sangat erat dengan perkembangan kognitif. Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
3).Perkembangan Afektif
Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap, di antaranya:
a). Trust vs Mistnis/Kepercayaan dasar (0,0 -1 tahun). Orang yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungkan nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu rasa takut serta ketidak-percayan yang mendasar terhadap dunia sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat-tingkat perkembangan.
b). Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1-3 tahun). Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendiri hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapat melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh peristiwa-peristiwa di masa selanjutnya.
c). Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3-5 tahun). Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisiatif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua memberi respons yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak untuk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
d). Industry vs litferioriry/Produktivitas (6–11 tahun). Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa atau sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup juga lembaga-lembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat indusry dipupuk dan dikembangkan di rumah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu.
 e).Identity vs Role Confusion/Identitas (12–18 tahun). Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengalami perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. Ia berpikir apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri. Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah: ego identity -4 •–>• role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat ‘mengintegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapi masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti sudah berkembang.
  f).Intimacy vs Isolation/Keakraban (19– 25 tahun). Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan saling memperhatikan.
      g).Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25– 45 tahun). Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ini hidup. Generativily ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gererativity berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanya memusatkan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadinya saja.
 h).Integrity vs Despair/Integritas (45 tahun). Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat.
      Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru yang membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek tingkat kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan perkembangan mereka.
4). Perkembangan Minat
Pengertian Minat. Dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri.
Minat terdiri dari dua aspek, yaitu :
a). Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut.
b). Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.
 Faktor yang Mempengaruhi Minat pada anak
 1).Faktor personal, merupakan faktor-faktor yang ada pada diri anak itu (meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi).
2). Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya).
5).Perkembangan Bahasa
a). Pola Perkembangan Bahasa. Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
1). Keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, dan konsep materi pelajaran.
2). Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi.
3). Keterampilan membaca meliputi ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas.
4). Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf.
b). Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa. Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun terdapat perbedaan individual
 Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
    Kesehatan. Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbahasa.
     Kecerdasan. Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki penguasaan bahasa. Erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
     Jenis kelamin. Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata maupun keseringan berbahasa.
     Keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa.
     Keinginan dan Dorongan Komunikasi. Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa.
     Kepribadian. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri.
6). Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas perkembangannya. Dalam belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu:
a).   Belajar berperilaku yang dapat diterima sosial.
b).   Memainkan peran sosial yang dapat diterima
c).   Perkembangan sikap sosial.
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan anti sosial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut:
    Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain.
    Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
    Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
    Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya.
2.5.Pentingnya Memahami Peserta Didik
Pentingnya Pemahaman Guru Mengenai Peserta Didik diantaranya adalah :
    Dengan memahami peserta didik, seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realistis terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada anak usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua dan guru. Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan rangsangan untuk lebih mengembangkan kemampuannya.
    Dengan memahami peserta didik, Guru akan lebih mudah dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak.
    Dengan memahami peserta didik, Guru akan lebih mudah dalam mengenali kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai, sehingga guru dapat mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan perilakunya.
    Dengan memahami peserta didik, Guru akan lebih mudah dalam memberikan bimbingan belajar yang tepat pada peserta didik.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada proses memahami peserta didik penting kiranya  memahami kebutuhan peserta didik juga perkembangan peserta didik terlebih dahulu, sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri pribadi seutuhnya baik fisik, intelektual, emosi, sosial dan spiritual sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
3.2. Saran
    Penulis menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu diharapkan kepada pembaca untuk memberi kritik atau saran yang bersifat menbangun, agar makalah ini menjadi lebih sempurna dan baik. Sehingga dapat di pergunakan selayak mungkin.
    Akhirnya kepada Allah lah kita kembali. Mudah-mudahan makalah ini berguna bagi pembaca dan pendengar. Amiiin……..















DAFTAR PUSTAKA

Desmita.2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya
Panuruju,Panut.2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana
http://warnadunia.com/psikologi-anak/memahami-peserta-didik-7529/s-37t.htm
 http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/01/pentingnya-guru-memahami-perkembangan-dan-cara-belajar-anak/-12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar