BAB I
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran yang dilakukan
oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi
kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal
ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu
didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan
metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian,
suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Pendidikan islam dalam
pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan
pendidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan
sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidak akan berarti apa-apa,
manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya
kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan
menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan
tenaga secara percuma. Karenanya metode adalah syarat untuk efisiensinya
aktivitas kependidikan islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan
yang esensial, karena tujuan pendidikan islam itu akan tercapai secara tepat
guna manakala jalan yang di tempuh menuju cita-cita tersebutbenar-benar tepat.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN
FILOSOFIS TENTANG
METODE
DAN EVALUASI PENDIDIKAN
1.1.Metode Pendidikan Islam
A. Pengertian
Kata metode berasal dari bahasa
Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti
“melalui” dan hodos berarti “jalan”
atau “cara”. Menurut Ahmad Husain al-Liqaniy, metode adalah langkah-langkah
yang diambil seorang pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan
tertentu.
Dalam bahasa Arab, kata metode
dikenal dengan istialah thariqah yang
berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka langkah tersebut harus
diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukkan kepribadian
peserta didik.[1]
Yang dimaksud dengan metode pendidikan di sini ialah semua cara yang digunakan dalam
upaya mendidik.[2]
Dengan demikin dapat dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[3]
Pengertian metode menurut para ahli
sebagai berikut:
1. Hasan
Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Abd.
al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis
dalam mencapai tujuan pengajaran.
3. Mohammad
Athiyah al-Abrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang digunakan oleh
pendidik untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentang segala macam
materi dalam berbagai proses pembelajaran.[4]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
metode memiliki posisi penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang
paling cepat dan tepat dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode
dapat dikuasi maka akan memudahkan jalan dalam mencapai tujuan pendidikan
Islam.
B. Tujuan, Tugas, dan Fungsi Metode
Pendidikan Islam
Tujuan diadakan metode adalah
menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran islam lebih berdaya guna
dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan
ketentuan ajaran islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar
peserta didik secara mantap.
Fungsi metode pendidikan islam
adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik
untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam
kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik, disamping itu
fungsi metode pendidikan adalah memberi
inspirasi pada peserta didik melalui proses hubungan yang serasi antara
pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan pendidikan islam.[5]
Tugas utama metode pendidikan islam
adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis sebagai
kegiatan antar hubungan pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian
keterangan dan pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan
meyakini materi yang diberikan, serta meningkatkan keterampilan olah pikir.
Selain itu, tugas utama metode adalah membuat perubahan dalam sikap dan minat
serta memenuhi nilai dan norma yang berhubungan dengan pelajaran dan perubahan
dalam pribadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong
ke arah perbuatan nyata.[6]
C. Prosedur Memilih Metode
Pendidikan
1. Tujuan
pendidikan islam. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa
pendidikan itu dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek
kognitif (pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar),
aspek afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan
emosi dan kematangan spiritual), aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti
badan sehat, mempunyai keterampilan)
2. Peserta
didik. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa dan bagaimana
metode itu mampu mengembangkan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai
tingkat kematangan, kesanggupan yang dimilikinya.
3. Situasi.
Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana serta kondisi
lingkunganya yang mempengaruhinya.
4. Fasilitas.
Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan di mana dan bilamana termasuk
juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
5. Pribadi
pendidik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan oleh siapa serta
kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.[7]
Tapi
kalau kita lihat pada fakta yang terjadi, banyak sekali pendidik kita saat ini,
ketika memilih metode itu tidak mempertimbangkan kelima faktor diatas. Inilah
yang membuat proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik, sehingga peserta
didik tidak memahami pelajaran yang diajarkan dan merasa jenuh atau bosan
ketika mengikuti proses pembelajaran. Misalnya, ketika mengajar anak SD
menggunakan metode diskusi, seharusnya metode ini kurang cocok untuk diterapkan
kepada anak SD, karena anak SD belum bisa berdiskusi yang banyak menggunakan
analisa, sebaiknya metode diskusi ini diterapkan pada anak tingkatan SMA
ataupun mahasiswa.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwasanya untuk memilih suatu metode pembelajaran itu haruslah
mempertimbangkan lima faktor diatas, agar metode yang digunakan itu bisa
membuat peserta didik lebih menghayati dan memahami pelajaran yang diajarkan
dengan baik dan benar.
D. Asas-asas Pelaksanaan Metode
Pendidikan Islam
1. Asas
motivasi. Pendidik harus berusaha membangkitkan minat peserta didiknya sehingga
seluruh perhatian mereka tertuju dan terpusat pada bahan pelajaran yang sedang
disajikan.
2. Asas
aktivitas. Dalam proses belajar mengajar pendidikan peserta didik harus
diberikan kesempatan untuk mengambil bagian yang aktif, baik rohani maupun
jasmani, terhadap pengajaran yang akan diberikan, secara individual maupun
kolektif.
3. Asas
apersepsi. Mengalami dalam proses belajar berarti menghayati suatu situasi
aktual yang sekaligus menimbulkan respons-respons tertentu dari pihak peserta didik,
sehingga memperoleh perubahan pola tingkah laku (pematangan dan kedewasaan),
perubahan dalam perbendaharaan konsep-konsep (pengertian), dan kekayaan akan
informasi.
4. Asas
peragaan. Pendidik memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan
bahan-bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya maupun
tiruan (model-model), sehingga peserta didik dapat mengamati dengan jelas dan
pengajaran lebih tertuju untuk mencapai hasil yang diinginkan.[8]
5. Asas
ulangan. Asas yang merupakan usaha untuk mengetahui taraf kemajuan atau
keberhasilan belajar peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, serta
sikap setelah mengikuti pengajaran sebelumnya.
6. Asas
korelasi. Peristiwa belajar mengajar adalah menyeluruh, mencakup berbagai
dimensi yang kompleks yang saling berhubungan.
7. Asas
konsentrasi. Asas yang memfokuskan pada suatu pokok masalah tertentu dari
keseluruhan bahan pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan serta
memperhatikan peserta didik dalam segala aspeknya.
8. Asas
individualisasi. Asas yang memperhatikan perbedaan-perbedaan individu, baik
pembawaan dan lingkungan yang meliputi seluruh pribadi peserta didik, seperti
perbedaan jasmani, watak, intelegensi, bakat, serta lingkungan yang
mempengaruhinya.
9. Asas
sosialisasi. Asas yang memperhatikan penciptaan suasana sosial yang dapat
membangkitkan semangat kerja sama antara peserta didik dengan pendidik atau
sesama peserta didik dan masyarakat sekitarnya.
10. Asas
evaluasi. Asas yang memperhatikan hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang
dimiliki peserta didik sebagai feedback
pendidik dalam memperbaiki cara mengajar.
11. Asas
kebebasan. Asas yang memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta
didik dengan dibatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-hal yang positif.[9]
12. Asas
lingkungan. Asas yang menentukan metode dengan berpijak pada pengaruh
lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan.
13. Asas
globalisasi. Asas sebagai akibat psikologi totalitas, yaitu peserta didik
bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara
intelektual, tetapi juga secara fisik, sosial dan sebagainya.
14. Asas
pusat-pusat minat. Asas yang memperhatikan kecenderungan jiwa yang tetap kejurusan
suatu hal yang berharga bagi seseorang.
15. Asas
keteladanan. Pada fase-fase tertentu, peserta didik memiliki kecenderungan
belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang disekitarnya.
16. Asas
pembiasan. Asas yang memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
peserta didik.[10]
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya apapun bentuk metode yang di gunakan
oleh pendidik untuk diterapkan kapada peserta didik haruslah mengacu pada
asas-asas yang telah disebutkan diatas, agar proses belajar mengajar dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
E. Dasar Metode Pendidikan Islam
1. Dasar
agamis. Al-Quran dan hadits tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan metode
pendidikan islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran islam, maka dengan
sendirinya, metode pendidikan islam harus merujuk pada kedua sumber ajaran
tersebut.
2. Dasar
biologis. Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan
intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologi seseorang, maka dengan
sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Dalam memberikan
pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan islam , seorang pendidik harus
memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
3. Dasar
psikologis. Metode pendidikan islam baru dapat di terapkan secara efektif bila
didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya.
4. Dasar
sosiologis. Interaksi yang terjadi antara sesama peserta didik dan interaksi antara pendidik dan peserta
didik, merupakan interaksi timbal balik dan saling memberikan dampak pada
keduanya.[11]
F. Prinsip Metode Pendidikan Islam
Dalam penggunaannya, metode
pendidikan islam perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang mampu memberikan
pengarahan dan petunjuk tentang pelaksanaan metode pendidikan tersebut. Dengan
prinsip-prinsip ini diharapkan metode pendidikan islam dapat berjalan dengan
lebih efektif dan efisien dengan tidak menyimpang dari tujuan semula pendidikan
islam. Oleh karena itu seorang pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip
metode pendidikan, sehingga pendidik mampu menerapkan metode yang pas dan cocok
sesuai dengan kebutuhannya.[12]
Diantara prinsip-prinsip di dalam memilih metode pendidikan adalah:
1. Prinsip
Kemudahan. Metode pendidikan yang di gunakan oleh pendidik pada dasarnya adalah
menggunakan sebuah cara yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sekaligus mengidentifikasi
dirinya dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut.
2. Prinsip
berkesinambungan. Karena dengan asumsi bahwa pendidikan islam adalah sebuah
proses yang akan berlangsung terus menerus. Untuk itu, dalam menggunakan metode
pendidikan, seorang pendidik perlu memperhatikan kesinambungan pelaksanaan
pemberian materi.
3. Prinsip
fleksibel dan dinamis. Metode pendidikan islam harus digunakan dengan prinsip
fleksibel dan dinamis. Sebab, dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut,
pemakaian metode tidak hanya mononton dengan satu macam metode.[13]
G. Karekteristik Metode Pendidikan
Islam
1.
Keseluruhan
proses penerapan metode pendidikan islam mulai dari pembentukannya,
penggunaanya sampai pada pengembangannya tetap didasarkan pada nilai-nilai
asasi islam yang sebagai ajaran universal.
2.
Proses
pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak dapat di pisahkan dengan
konsep al-akhlak al-karimah sebagai
tujuan tertinggi dari pendidikan islam.
3.
Metode
pendidikan islam bersifat luwes dan fleksibel dalam artian senantiasa membuka
diri dan dapat menerima perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
melingkupi proses pendidikan islam tersebut, baik dari segi peserta didik,
pendidik, materi pelajaran dan lain-lain.
4.
Metode
pendidikan islam berusaha sungguh-sungguh untuk menyeimbang kan antara teori
dan praktek.
5.
Metode
pendidikan islam dalam penerapannya menekankan kebebasan peserta didik untuk
berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas-batas kesopanan dan akhlak
al-karimah.
6.
Dari segi pendidik,
metode pendidikan islam lebih menekankan nilai-nilai keteladanan dan kebebasan
pendidik dalam menggunakan serta mengkombinasikan berbagai metode pendidikan
yang ada dalam mencapai tujuan pengajaran.
7.
Metode
pendidikan islam dalam penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi
yang memungkinkan bagi terciptanya interaksi edukatif dan yang kondusif.
8.
Metode
pendidikan islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam
mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.[14]
Dari
uraian diatas dapat kita ketahui bahwa begitu mulianya karakter pendidikan
islam, oleh karenanya sudah seharusnya seluruh karekteristik tersebut harus
diketahui dan dipahami oleh para pendidik muslim yang membimbing, mengarahkan,
dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam
kepribadiannya, sehingga tercerminlah dalam dirinya akhlak yang mulia.
H. Bentuk-bentuk Metode Pendidikan
1. Metode
ceramah. Metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru
terhadap kelas. Dengan kata lain dapat pula dimaksidkan, bahwa metode ceramah
atau lecturing itu adalah suatu cara
penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara
lisan oleh guru terhadap siswanya, dalam memperjelas penyajiannya, guru dapat
menggunakan alat-alat bantu, seperti: bendanya, gambarnya, sket, peta, dan
sebagainya.
2. Metode
tanya jawab. Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa
pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan
atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir
diantara peserta didik.
3. Metode
demonstarasi. Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan
suatu cara mengajar pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik
atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan
atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum di demonstrasikan. Orang
yang mendemonstrasi (guru, peserta didik, orang luar) mempertunjukkan sambil
menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan.[15]
4. Metode
Eksprimen. Metode eksprimen adalah apabila seorang peserta didik melakukan
suatu percobaan, setiap proses dan hasil percobaan itu di amati oleh setiap
peserta didik. Misalnya: di bangku setiap peserta didik diletakkan segelas air
kemudian kedalam gelas itu dimasukkan sesendok gula. Kemudian apa yang terjadi
gula itu melarut dan menghilang didalam air, sedangkan zatnya tetap ada.
5. Metode
diskusi. Dalam pengertian yang umum, diskusi ialah suatu proses yang melibatkan
dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan
muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar
menukar informasi, mempertahankan pendapat atau pemecahan masalah.
6. Metode
sosio drama dan bermain peran. Ialah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan
peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah
laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik
untuk memerankannya.[16]
7. Metode
pemecahan masalah. Ialah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong
peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran.[17]
8. Metode
kerja kelompok. Ialah penyajian materi dengan cara pemberian tugas-tugas untuk
mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok belajar yang sudah ditentukan
dalam rangka mencapai tujuan.[18]
Setiap
metode ini tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kelebihan dan kelemahan,
jadi pendidik bisa mengkabolarasikan antara metode satu dengan metode yang lain
ketika mengajar, karena metode itu tidak bisa berdiri sendiri, antara metode
satu dengan yang lain saling berhubungan.
Menurut
al-Nahlawi, metode untuk menanamkan rasa iman[19]
dan dapat menyentuh perasaan[20]
ialah sebagai berikut:
1. Metode
hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi
2. Metode
kisah Qurani dan Nabawi
3. Metode
amtsal (perumpamaan)
4. Metode
keteladanan
5. Metode
pembiasaan
6. Metode
‘ibrah (pelajaran) dan mau’izah (peringatan)
7. Metode
targhib (mendidik dengan membuat
senang) dan tarhib (membuat takut)[21]
1.2.Evaluasi Pendidikan Islam
A. Pengertian
Evaluasi berasal dari kata “to
evaluate” yang berarti “menilai”.[22]
Sedangkan menurut istilah evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu.[23]
Pengertian evaluasi menurut para
ahli:
1. Menurut
Oemar Hamalik evaluasi ialah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[24]
2. Menurut
Muhibbin Syah evaluasi ialah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.[25]
3. Menurut
M.Chbib Thoha evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[26]
Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga
dapat diketahui mutu dan hasil-hasilnya. Evaluasi pendidikan islam ialah suatu
kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan
islam. Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat
keberhasilan seorang peserta didik dalam menyampai- kan materi pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi,
metode, fasilitas, dan sebagainya.
Term-term
evaluasi dalam al-Quran di antaranya sebagai berikut:
1. Al-Hisab,
memiliki makna mengira, menafsirkan dan menghitung.
2. Al-Bala’,
memiliki makna cobaan dan ujian.
3. Al-Hukm,
memiliki makna putusan atau vonis.
4. Al-Qadha,
memiliki makna putusan.
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Pendidikan Islam
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi
tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat
kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan
perilakunya. Selain itu program evaluasi bertujuan mengetahui siapa di antara
peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian
khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya. Sasaran evaluasi tidak bertujuan
mengevaluasi peserta didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik,
yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai tujuan pendidikan.[28]
Ramayulis
dan Samsul Nizar mengelompokkan menjadi enam tujuan evaluasi diantaranya:
1. Untuk
mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan
yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum pendidikan.
2. Mengetahui
prestasi hasil belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu
diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian, prinsip life long education benar-benar berjalan secara berkesinambungan.
3. Mengetahui
efektivitas cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan pendidik
benar-benar tepat atau tidak, terutama berkaitan dengan sikap pendidik maupun
sikap peserta didik.
4. Mengetahui
kelembagaan, ketersediaan sarana prasarana, dan efektifitas media yang
digunakan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat
dalam rangka berpacu dalam prestasi.
5. Mengetahui
sejauh mana muatan kurikulum telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
6. Mengetahui
alokasi pembiayaan yang dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan pendidikan, baik
secara fisik seperti fasilitas ruang, perpustakaan, honorarium pendidik dan
lain-lain, maupun kebutuhan psikis, seperti ketenangan, kedamaian, kesehatan,
keharmonisan, dan sebagainya. [29]
Fungsi
evaluasi sebagai berikut:
1. Ishlah
yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan prilaku,
wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
2. Tazkiyah
yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya melihat kembali
program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau
tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program harus dihilangkan
dan dicarikan sublimasi yang cocok dengan program semula.
3. Tajdid
yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan,
baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu di ubah dan dicarikan
penggantinya yang lebih baik. Dengan kegiatan ini, maka pendidikan dapat di
mobolisasi dan didinamisasikan untuk lebih naju.
4. Al-dakhil
yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa rapor,
ijazah, piagam dan lain-lain.[30]
C. Prinsip-prinsip Evaluasi
Pendidikan
1. Berkesinambungan
(kontinuitas); evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali, perkuartal, atau
sebulan sekali. Evaluasi seyogyanya dilaksanakan secara terus menerus, baik
pada saat proses pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran berakhir.[31]
2. Menyeluruh
(komprehensif); prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung
jawab dan sebagainya. Bila diperlukan, masing-masing bidang diberikan penilaian
secara khusus, sehingga peserta didik mengetahui kelebihannya dibanding dengan
teman-temannya.[32]
3. Objektifitas;
evaluasi dilakukan secara adil, bukan subjektif. Artinya pelaksanaan evaluasi
berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dan tidak dicampuri dengan hal yang
bersifat emosional dan irasional.
4. Validitas;
evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi yaitu meliputi
seluruh bidang-bidang tertentu yang ingin diselidiki. Penggunaan test (sebagai
alat evaluasi) harus menggambarkan secara keseluruhan (representatifi) dan
kesanggupan peserta didik mengenai bidang tersebut.
5. Realiabilitas;
pelaksanaan evaluasi dapat dipercaya. Artinya memberikan evaluasi pada peserta
didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya (terukur). Test (sebagai alat
evaluasi) diberikan tidak membawa tafsiran bermacam-macam, sehingga mudah
dimengerti oleh peserta didik.
6. Efisiensi;
evaluasi yang dapat dilakukan secara cermat dan tepat pada sasarannya.
7. Ta’abbudiyah
dan ikhlas; evaluasi dilakukan dengan penuh ketulusan dan pengabdian kepada
Allah swt. Apabila prinsip ini dilakukan, maka upaya evaluasi akan membuahkan
kesan husn al-zhan (prasangka baik), terjadi perbaikan tingkah laku secara
positif.[33]
M.
Sukardi mengelompokkan menjadi lima prinsip evaluasi diantaranya:
1. Evaluasi
harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah di tentukan.
2. Evaluasi
sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3. Evaluasi
diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.
4. Evaluasi
dilaksanakan dalam proses kontinu.
5. Evaluasi
harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.[34]
D. Jenis-jenis Evaluasi Pendidikan
Islam
1. Evaluasi
formatif. Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai
peserta didik setelah ia menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran
pada suatu bidang studi tertentu.
2. Evaluasi
sumatif. Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah
mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester, atau akhir tahun
untuk menentukan jenjang berikutnya.
3. Evaluasi
penempatan (placement). Evaluasi yang dilakukan sebelum anak mengikuti proses
belajar mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas yang
diinginkan.
4. Evaluasi
diagnosis. Evaluasi terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar
peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam
situasi belajar mengajar.[35]
Evaluasi
adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai, sampai
dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan
yang telah dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahab, maka
dengan evaluasi yang berkesinambungan akan dapat dipantau, tahapan manakah yang
sudah dapat diselesaikan, tahapan manakah yang berjalan dengan mulus, dan mana
pula tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Walhasil, dengan
evaluasi terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau
seberapa besar kamajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan.
Setidak-tidaknya
ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi; yaitu: (1)
hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega
bagi evaluator, sebab tujuan yang telah di tentukan dapat dicapai sesuai dengan
yang direncanakan; (2) hasil evaluasi itu ternyata tidak menggembirakan atau
bahkan mengkhawatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil evaluasi ternyata
dijumpai adanya penyimpangan-penyimpangan, hambatan atau kendala, sehingga
mengharuskan evaluator untuk bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan
melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun, atau mengubah
dan memperbaiki cara pelaksanannya. Berdasar data hasil data hasil evaluasi itu
selanjutnya dicari metode-metode lain yang dipandang lebih tepat dan lebih sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan.
Apabila
kita lihat pada kenyataan yang terjadi sekarang ini, pendidik hanya
mengevaluasi pada aspek kognitif saja, tanpa memperhatikan aspek afektif dan
psikomotorik. Evaluasi saat ini juga dilaksanakan dengan sangat sederhana
sekali, tidak bisa melihat apa yang harus diukur sehingga pendidikan saat ini
tidak seimbang, apalagi di evaluasi oleh guru yang tidak inovatif dan tidak
mempertimbangkan psikologis anak.
Apabila
hasil dari evaluasi itu tidak memuaskan pasti yang disalahkan adalah peserta
didik karena peserta didik malas ataupun tidak mau belajar dengan baik.
Seharusnya disini bukan hanya peserta didik yang disalahkan tapi pendidik,
kepala sekolah, sepervisor juga harus disalahkan, karena ketidakberhasilan
peserta didik itu disebabkan oleh pendidik itu sendiri akibat kurangnya
keprofessionalan pendidik itu, dan ketidakberhasilan pendidik disebabkan
kurangnya pengawasan dari sepala sekolah dan seterusnya. Maka disini pendidik
itu harus terlebih dahulu dievaluasi dan di bina terus agar proses pembelajaran
bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
Pada
saat ini juga evaluasi itu hanya pengukuran pada saat itu saja, tanpa adanya
perbaikan terhadap kasalahan-kesalahan yang telah dilakukan setelah
pengevaluasian tersebut, seharusnya setelah pengevaluasian, harus adanya
pengkajian ulang dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut, dan jika
tidak bisa diperbaiki lagi maka harus dimodernisasi atau adanya pembaharuan.
BAB II
PENUTUP
2.1.Kesimpulan
Upaya peningkatan prestasi belajar
siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini,
diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada
gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Selain
metode, evaluasi juga sangat penting dalam pendidikan, karna evaluasi
merupakan hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini, seseorang tidak akan
mungkin dapat merubah dirinya menjadi yang lebih baik jika ia belum
mengevaluasi dirinya. Begitu halnya dengan pendidikan islam, evaluasi merupakan
hal yang tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan, karena sesungguhnya,
pendidikan islam akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik, kalau
sekiranya evaluasi diterapkan pada prinsip-prinsip dan dasar-dasarnya.
2.2.Saran
Penulis menyadari akan kekurangan
makalah ini, oleh sebab itu diharapkan kepada pembaca untuk dapat memberi
kritik dan saran yang konstruktif dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Akhirnya, kepada Allah jualah penulis menyerahkan diri serta memohon taufik
dan hidayah-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam
Mulia, 2011), h.209
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 1994), h. 131
[3] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.209
[4] Ibid., h.214
[5]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008), h. 167-168
[6] Ibid., h.168
[7] Ibid., h.168-169
[8] Ibid., h.170-171
[9] Ibid., h.172-174
[10] Ibid., h.174-175
[11]
Ramayulis dan Samsul Nizar,
Op.Cit., h.216-219
[12] Ibid., h.220
[13] Ibid., h.221
[14] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta:Ciputat Pers, 2002), h.70-71
[15]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), h.269-281
[16] Ibid., h.285-309
[17] Ibid., h.325
[18] Ibid., h.335
[19]
Ahmad Tafsir, Op.Cit., h.135
[20] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.224
[21] Ibid., h.224
[23] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2009), h.1
[24] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit.,
h.211
[25] Muhubbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rajawali
Pers, 2011), h.197
[26] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), h.223
[27]
Ramayulis dan Samsul Nizar,
Op.Cit., h.236
[28]
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit.,
h.211
[29] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.240-241
[30] Ibid., h.241
[31] Ibid., h.245
[32]
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Cit.,
h.214
[33]
Ramayulis dan Samsul Nizar,
Op.Cit., h.245-246
[34]Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta:Bumi
Aksara, 2010), h.4-5
[35] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Op.Ci.t, h.217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar