Sabtu, 31 Mei 2014

Makalah pemikiran filosofis tentang metode dan evaluasi pendidikan




BAB I
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas kependidikan islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang di tempuh menuju cita-cita tersebutbenar-benar tepat.





BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN FILOSOFIS TENTANG
METODE DAN EVALUASI PENDIDIKAN
1.1.Metode Pendidikan Islam
A. Pengertian
            Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Menurut Ahmad Husain al-Liqaniy, metode adalah langkah-langkah yang diambil seorang pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu.
            Dalam bahasa Arab, kata metode dikenal dengan istialah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka langkah tersebut harus diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukkan kepribadian peserta didik.[1] Yang dimaksud dengan metode pendidikan di sini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.[2] Dengan demikin dapat dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[3]
            Pengertian metode menurut para ahli sebagai berikut:
1.      Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Abd. al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
3.      Mohammad Athiyah al-Abrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang digunakan oleh pendidik untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentang segala macam materi dalam berbagai proses pembelajaran.[4]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode memiliki posisi penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan tepat dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasi maka akan memudahkan jalan dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.
B. Tujuan, Tugas, dan Fungsi Metode Pendidikan Islam
            Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap.
            Fungsi metode pendidikan islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik, disamping itu fungsi metode pendidikan  adalah memberi inspirasi pada peserta didik melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan peserta didik yang seiring dengan tujuan pendidikan islam.[5]
            Tugas utama metode pendidikan islam adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang diberikan, serta meningkatkan keterampilan olah pikir. Selain itu, tugas utama metode adalah membuat perubahan dalam sikap dan minat serta memenuhi nilai dan norma yang berhubungan dengan pelajaran dan perubahan dalam pribadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong ke arah perbuatan nyata.[6]
C. Prosedur Memilih Metode Pendidikan
1.      Tujuan pendidikan islam. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa pendidikan itu dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif (pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar), aspek afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi dan kematangan spiritual), aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti badan sehat, mempunyai keterampilan)
2.      Peserta didik. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa dan bagaimana metode itu mampu mengembangkan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan, kesanggupan yang dimilikinya.
3.      Situasi. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana serta kondisi lingkunganya yang mempengaruhinya.
4.      Fasilitas. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan di mana dan bilamana termasuk juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
5.      Pribadi pendidik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan oleh siapa serta kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.[7]
Tapi kalau kita lihat pada fakta yang terjadi, banyak sekali pendidik kita saat ini, ketika memilih metode itu tidak mempertimbangkan kelima faktor diatas. Inilah yang membuat proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik, sehingga peserta didik tidak memahami pelajaran yang diajarkan dan merasa jenuh atau bosan ketika mengikuti proses pembelajaran. Misalnya, ketika mengajar anak SD menggunakan metode diskusi, seharusnya metode ini kurang cocok untuk diterapkan kepada anak SD, karena anak SD belum bisa berdiskusi yang banyak menggunakan analisa, sebaiknya metode diskusi ini diterapkan pada anak tingkatan SMA ataupun mahasiswa.
 Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya untuk memilih suatu metode pembelajaran itu haruslah mempertimbangkan lima faktor diatas, agar metode yang digunakan itu bisa membuat peserta didik lebih menghayati dan memahami pelajaran yang diajarkan dengan baik dan benar.
D. Asas-asas Pelaksanaan Metode Pendidikan Islam
1.      Asas motivasi. Pendidik harus berusaha membangkitkan minat peserta didiknya sehingga seluruh perhatian mereka tertuju dan terpusat pada bahan pelajaran yang sedang disajikan.
2.      Asas aktivitas. Dalam proses belajar mengajar pendidikan peserta didik harus diberikan kesempatan untuk mengambil bagian yang aktif, baik rohani maupun jasmani, terhadap pengajaran yang akan diberikan, secara individual maupun kolektif.
3.      Asas apersepsi. Mengalami dalam proses belajar berarti menghayati suatu situasi aktual yang sekaligus menimbulkan respons-respons tertentu dari pihak peserta didik, sehingga memperoleh perubahan pola tingkah laku (pematangan dan kedewasaan), perubahan dalam perbendaharaan konsep-konsep (pengertian), dan kekayaan akan informasi.
4.      Asas peragaan. Pendidik memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan bahan-bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya maupun tiruan (model-model), sehingga peserta didik dapat mengamati dengan jelas dan pengajaran lebih tertuju untuk mencapai hasil yang diinginkan.[8]
5.      Asas ulangan. Asas yang merupakan usaha untuk mengetahui taraf kemajuan atau keberhasilan belajar peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap setelah mengikuti pengajaran sebelumnya.
6.      Asas korelasi. Peristiwa belajar mengajar adalah menyeluruh, mencakup berbagai dimensi yang kompleks yang saling berhubungan.
7.      Asas konsentrasi. Asas yang memfokuskan pada suatu pokok masalah tertentu dari keseluruhan bahan pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan serta memperhatikan peserta didik dalam segala aspeknya.
8.      Asas individualisasi. Asas yang memperhatikan perbedaan-perbedaan individu, baik pembawaan dan lingkungan yang meliputi seluruh pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, intelegensi, bakat, serta lingkungan yang mempengaruhinya.
9.      Asas sosialisasi. Asas yang memperhatikan penciptaan suasana sosial yang dapat membangkitkan semangat kerja sama antara peserta didik dengan pendidik atau sesama peserta didik dan masyarakat sekitarnya.
10.  Asas evaluasi. Asas yang memperhatikan hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai feedback pendidik dalam memperbaiki cara mengajar.
11.  Asas kebebasan. Asas yang memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan dibatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-hal yang positif.[9]
12.  Asas lingkungan. Asas yang menentukan metode dengan berpijak pada pengaruh lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan.
13.  Asas globalisasi. Asas sebagai akibat psikologi totalitas, yaitu peserta didik bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, sosial dan sebagainya.
14.  Asas pusat-pusat minat. Asas yang memperhatikan kecenderungan jiwa yang tetap kejurusan suatu hal yang berharga bagi seseorang.
15.  Asas keteladanan. Pada fase-fase tertentu, peserta didik memiliki kecenderungan belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang disekitarnya.
16.  Asas pembiasan. Asas yang memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh peserta didik.[10]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya apapun bentuk metode yang di gunakan oleh pendidik untuk diterapkan kapada peserta didik haruslah mengacu pada asas-asas yang telah disebutkan diatas, agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien.
E. Dasar Metode Pendidikan Islam
1.      Dasar agamis. Al-Quran dan hadits tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran islam, maka dengan sendirinya, metode pendidikan islam harus merujuk pada kedua sumber ajaran tersebut.
2.      Dasar biologis. Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologi seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan islam , seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
3.      Dasar psikologis. Metode pendidikan islam baru dapat di terapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya.
4.      Dasar sosiologis. Interaksi yang terjadi antara sesama peserta didik  dan interaksi antara pendidik dan peserta didik, merupakan interaksi timbal balik dan saling memberikan dampak pada keduanya.[11]
F. Prinsip Metode Pendidikan Islam
            Dalam penggunaannya, metode pendidikan islam perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang pelaksanaan metode pendidikan tersebut. Dengan prinsip-prinsip ini diharapkan metode pendidikan islam dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien dengan tidak menyimpang dari tujuan semula pendidikan islam. Oleh karena itu seorang pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip metode pendidikan, sehingga pendidik mampu menerapkan metode yang pas dan cocok sesuai dengan kebutuhannya.[12] Diantara prinsip-prinsip di dalam memilih metode pendidikan adalah:
1.      Prinsip Kemudahan. Metode pendidikan yang di gunakan oleh pendidik pada dasarnya adalah menggunakan sebuah cara yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sekaligus mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut.
2.      Prinsip berkesinambungan. Karena dengan asumsi bahwa pendidikan islam adalah sebuah proses yang akan berlangsung terus menerus. Untuk itu, dalam menggunakan metode pendidikan, seorang pendidik perlu memperhatikan kesinambungan pelaksanaan pemberian materi.
3.      Prinsip fleksibel dan dinamis. Metode pendidikan islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis. Sebab, dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakaian metode tidak hanya mononton dengan satu macam metode.[13]
G. Karekteristik Metode Pendidikan Islam
1.      Keseluruhan proses penerapan metode pendidikan islam mulai dari pembentukannya, penggunaanya sampai pada pengembangannya tetap didasarkan pada nilai-nilai asasi islam yang sebagai ajaran universal.
2.      Proses pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak dapat di pisahkan dengan konsep al-akhlak al-karimah sebagai tujuan tertinggi dari pendidikan islam.
3.      Metode pendidikan islam bersifat luwes dan fleksibel dalam artian senantiasa membuka diri dan dapat menerima perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupi proses pendidikan islam tersebut, baik dari segi peserta didik, pendidik, materi pelajaran dan lain-lain.
4.      Metode pendidikan islam berusaha sungguh-sungguh untuk menyeimbang kan antara teori dan praktek.
5.      Metode pendidikan islam dalam penerapannya menekankan kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas-batas kesopanan dan akhlak al-karimah.
6.      Dari segi pendidik, metode pendidikan islam lebih menekankan nilai-nilai keteladanan dan kebebasan pendidik dalam menggunakan serta mengkombinasikan berbagai metode pendidikan yang ada dalam mencapai tujuan pengajaran.
7.      Metode pendidikan islam dalam penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi terciptanya interaksi edukatif dan yang kondusif.
8.      Metode pendidikan islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.[14]
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa begitu mulianya karakter pendidikan islam, oleh karenanya sudah seharusnya seluruh karekteristik tersebut harus diketahui dan dipahami oleh para pendidik muslim yang membimbing, mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam kepribadiannya, sehingga tercerminlah dalam dirinya akhlak yang mulia.
H. Bentuk-bentuk Metode Pendidikan
1.      Metode ceramah. Metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat pula dimaksidkan, bahwa metode ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya, dalam memperjelas penyajiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti: bendanya, gambarnya, sket, peta, dan sebagainya.
2.      Metode tanya jawab. Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara peserta didik.
3.      Metode demonstarasi. Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum di demonstrasikan. Orang yang mendemonstrasi (guru, peserta didik, orang luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan.[15]
4.      Metode Eksprimen. Metode eksprimen adalah apabila seorang peserta didik melakukan suatu percobaan, setiap proses dan hasil percobaan itu di amati oleh setiap peserta didik. Misalnya: di bangku setiap peserta didik diletakkan segelas air kemudian kedalam gelas itu dimasukkan sesendok gula. Kemudian apa yang terjadi gula itu melarut dan menghilang didalam air, sedangkan zatnya tetap ada.
5.      Metode diskusi. Dalam pengertian yang umum, diskusi ialah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat atau pemecahan masalah.
6.      Metode sosio drama dan bermain peran. Ialah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya.[16]
7.      Metode pemecahan masalah. Ialah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.[17]
8.      Metode kerja kelompok. Ialah penyajian materi dengan cara pemberian tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan.[18]
Setiap metode ini tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, jadi pendidik bisa mengkabolarasikan antara metode satu dengan metode yang lain ketika mengajar, karena metode itu tidak bisa berdiri sendiri, antara metode satu dengan yang lain saling berhubungan.
Menurut al-Nahlawi, metode untuk menanamkan rasa iman[19] dan dapat menyentuh perasaan[20] ialah sebagai berikut:
1.      Metode hiwar (percakapan) Qurani dan Nabawi
2.      Metode kisah Qurani dan Nabawi
3.      Metode amtsal (perumpamaan)
4.      Metode keteladanan
5.      Metode pembiasaan
6.      Metode ‘ibrah (pelajaran) dan mau’izah (peringatan)
7.      Metode targhib (mendidik dengan membuat senang) dan tarhib (membuat takut)[21]
1.2.Evaluasi Pendidikan Islam
A. Pengertian
            Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”.[22] Sedangkan menurut istilah evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[23]
            Pengertian evaluasi menurut para ahli:
1.      Menurut Oemar Hamalik evaluasi ialah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[24]
2.      Menurut Muhibbin Syah evaluasi ialah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.[25]
3.      Menurut M.Chbib Thoha evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[26]
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-hasilnya. Evaluasi pendidikan islam ialah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan islam. Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang peserta didik dalam menyampai- kan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas, dan sebagainya.
Term-term evaluasi dalam al-Quran di antaranya sebagai berikut:
1.      Al-Hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan dan menghitung.
2.      Al-Bala’, memiliki makna cobaan dan ujian.
3.      Al-Hukm, memiliki makna putusan atau vonis.
4.      Al-Qadha, memiliki makna putusan.
5.      Al-Nazr, memiliki makna melihat.[27]

B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
            Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya. Selain itu program evaluasi bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya. Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi peserta didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan.[28]
Ramayulis dan Samsul Nizar mengelompokkan menjadi enam tujuan evaluasi diantaranya:
1.      Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan.
2.      Mengetahui prestasi hasil belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian, prinsip life long education benar-benar berjalan secara berkesinambungan.
3.      Mengetahui efektivitas cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan pendidik benar-benar tepat atau tidak, terutama berkaitan dengan sikap pendidik maupun sikap peserta didik.
4.      Mengetahui kelembagaan, ketersediaan sarana prasarana, dan efektifitas media yang digunakan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat dalam rangka berpacu dalam prestasi.
5.      Mengetahui sejauh mana muatan kurikulum telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
6.      Mengetahui alokasi pembiayaan yang dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan pendidikan, baik secara fisik seperti fasilitas ruang, perpustakaan, honorarium pendidik dan lain-lain, maupun kebutuhan psikis, seperti ketenangan, kedamaian, kesehatan, keharmonisan, dan sebagainya. [29]
Fungsi evaluasi sebagai berikut:
1.      Ishlah yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan prilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
2.      Tazkiyah yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan. Artinya melihat kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program harus dihilangkan dan dicarikan sublimasi yang cocok dengan program semula.
3.      Tajdid yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu di ubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik. Dengan kegiatan ini, maka pendidikan dapat di mobolisasi dan didinamisasikan untuk lebih naju.
4.      Al-dakhil yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa rapor, ijazah, piagam dan lain-lain.[30]
C. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan
1.      Berkesinambungan (kontinuitas); evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali, perkuartal, atau sebulan sekali. Evaluasi seyogyanya dilaksanakan secara terus menerus, baik pada saat proses pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran berakhir.[31]
2.      Menyeluruh (komprehensif); prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab dan sebagainya. Bila diperlukan, masing-masing bidang diberikan penilaian secara khusus, sehingga peserta didik mengetahui kelebihannya dibanding dengan teman-temannya.[32]
3.      Objektifitas; evaluasi dilakukan secara adil, bukan subjektif. Artinya pelaksanaan evaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dan tidak dicampuri dengan hal yang bersifat emosional dan irasional.
4.      Validitas; evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi yaitu meliputi seluruh bidang-bidang tertentu yang ingin diselidiki. Penggunaan test (sebagai alat evaluasi) harus menggambarkan secara keseluruhan (representatifi) dan kesanggupan peserta didik mengenai bidang tersebut.
5.      Realiabilitas; pelaksanaan evaluasi dapat dipercaya. Artinya memberikan evaluasi pada peserta didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya (terukur). Test (sebagai alat evaluasi) diberikan tidak membawa tafsiran bermacam-macam, sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
6.      Efisiensi; evaluasi yang dapat dilakukan secara cermat dan tepat pada sasarannya.
7.      Ta’abbudiyah dan ikhlas; evaluasi dilakukan dengan penuh ketulusan dan pengabdian kepada Allah swt. Apabila prinsip ini dilakukan, maka upaya evaluasi akan membuahkan kesan husn al-zhan (prasangka baik), terjadi perbaikan tingkah laku secara positif.[33]
M. Sukardi mengelompokkan menjadi lima prinsip evaluasi diantaranya:
1.      Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah di tentukan.
2.      Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3.      Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.
4.      Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5.      Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.[34]
D. Jenis-jenis Evaluasi Pendidikan Islam
1.      Evaluasi formatif. Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah ia menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu.
2.      Evaluasi sumatif. Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester, atau akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
3.      Evaluasi penempatan (placement). Evaluasi yang dilakukan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas yang diinginkan.
4.      Evaluasi diagnosis. Evaluasi terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.[35]
Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai, sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan yang telah dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahab, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan akan dapat dipantau, tahapan manakah yang sudah dapat diselesaikan, tahapan manakah yang berjalan dengan mulus, dan mana pula tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Walhasil, dengan evaluasi terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kamajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian  tujuan yang telah dirumuskan.
Setidak-tidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi; yaitu: (1) hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah di tentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan; (2) hasil evaluasi itu ternyata tidak menggembirakan atau bahkan mengkhawatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil evaluasi ternyata dijumpai adanya penyimpangan-penyimpangan, hambatan atau kendala, sehingga mengharuskan evaluator untuk bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun, atau mengubah dan memperbaiki cara pelaksanannya. Berdasar data hasil data hasil evaluasi itu selanjutnya dicari metode-metode lain yang dipandang lebih tepat dan lebih sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.
Apabila kita lihat pada kenyataan yang terjadi sekarang ini, pendidik hanya mengevaluasi pada aspek kognitif saja, tanpa memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Evaluasi saat ini juga dilaksanakan dengan sangat sederhana sekali, tidak bisa melihat apa yang harus diukur sehingga pendidikan saat ini tidak seimbang, apalagi di evaluasi oleh guru yang tidak inovatif dan tidak mempertimbangkan psikologis anak.
Apabila hasil dari evaluasi itu tidak memuaskan pasti yang disalahkan adalah peserta didik karena peserta didik malas ataupun tidak mau belajar dengan baik. Seharusnya disini bukan hanya peserta didik yang disalahkan tapi pendidik, kepala sekolah, sepervisor juga harus disalahkan, karena ketidakberhasilan peserta didik itu disebabkan oleh pendidik itu sendiri akibat kurangnya keprofessionalan pendidik itu, dan ketidakberhasilan pendidik disebabkan kurangnya pengawasan dari sepala sekolah dan seterusnya. Maka disini pendidik itu harus terlebih dahulu dievaluasi dan di bina terus agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
Pada saat ini juga evaluasi itu hanya pengukuran pada saat itu saja, tanpa adanya perbaikan terhadap kasalahan-kesalahan yang telah dilakukan setelah pengevaluasian tersebut, seharusnya setelah pengevaluasian, harus adanya pengkajian ulang dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut, dan jika tidak bisa diperbaiki lagi maka harus dimodernisasi atau adanya pembaharuan.

BAB II
PENUTUP
2.1.Kesimpulan
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Selain metode, evaluasi juga sangat penting dalam pendidikan, karna evaluasi merupakan hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini, seseorang tidak akan mungkin dapat merubah dirinya menjadi yang lebih baik jika ia belum mengevaluasi dirinya. Begitu halnya dengan pendidikan islam, evaluasi merupakan hal yang tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan, karena sesungguhnya, pendidikan islam akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik, kalau sekiranya evaluasi diterapkan pada prinsip-prinsip dan dasar-dasarnya.
2.2.Saran
Penulis menyadari akan kekurangan makalah ini, oleh sebab itu diharapkan kepada pembaca untuk dapat memberi kritik dan saran yang konstruktif dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Akhirnya, kepada Allah jualah penulis menyerahkan diri serta memohon taufik dan hidayah-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.



[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia,  2011), h.209
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 1994), h. 131
[3] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.209
[4] Ibid., h.214
[5]Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008), h. 167-168

[6] Ibid., h.168
[7] Ibid., h.168-169
[8] Ibid., h.170-171
[9] Ibid., h.172-174
[10] Ibid., h.174-175
[11] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.216-219
[12] Ibid., h.220
[13] Ibid., h.221
[14] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Pers, 2002),  h.70-71
[15]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), h.269-281
[16] Ibid., h.285-309
[17] Ibid., h.325
[18] Ibid., h.335
[19] Ahmad Tafsir, Op.Cit., h.135
[20] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.224
[21] Ibid., h.224
[22] Ibid., h.234
[23] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2009), h.1
[24] Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakkir, Op.Cit., h.211
[25] Muhubbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), h.197
[26] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), h.223
[27] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.236
[28] Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakkir, Op.Cit., h.211
[29] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.240-241
[30] Ibid., h.241
[31] Ibid., h.245
[32] Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakkir, Op.Cit., h.214
[33] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.245-246
[34]Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta:Bumi Aksara, 2010), h.4-5
[35] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.Ci.t, h.217

Tidak ada komentar:

Posting Komentar